Simpanse meniru tawa teman bermain mereka walaupun mereka belum tentu menganggap situasinya lucu.

Penelitian baru University of Portsmouth, yang diterbitkan dalam jurnal Emotion, membuktikan kalau kera tidak hanya menirukan ekspresi teman bersosialisasi mereka. Respons kera punya arti sosial dan emosional. Hasil ini menunjukkan kalau kera menggunakan ekspresi untuk keperluan sosial yang lebih kompleks daripada yang sudah diperkirakan sebelumnya.

Studi dilakukan dengan meneliti tawa 59 simpanse yang hidup dalam 4 grup di Chimfunshi Wildlife Orphanage di Zambia. Dua grup sudah terbentuk lebih dari 14 tahun, sedangkan 2 grup lainnya baru terbentuk kurang dari 5 tahun.

Pemimpin studi Dr. Marina Davila-Ross menjelaskan, dalam kelompok yang baru dibentuk, simpanse lebih sering menirukan tawa dibandingkan dalam kelompok yang sudah lama terbentuk. "Hal ini menunjukkan kalau menirukan tawa punya peran khusus dalam mempererat hubungan," jelas Davila-Ross. "Saya tidak menyangka akan menemukan perbedaan antara tawa responsif dan tawa spontan," kata Davila-Ross lebih lanjut. Tawa responsif bisa dibilang tawa "basa-basi".

Davila-Ross juga menjelaskan kalau manusia juga memiliki tawa "basa-basi". "Tawa seperti itu biasanya lebih pendek daripada tawa spontan dan sepertinya memang dilakukan untuk interaksi sosial," jelas ahli tingkah laku biologi dari Department of Psychology, University of Porstmouth.

Hanya saja, tawa "basa-basi" ini berbeda dengan tawa palsu. "Hanya manusia yang bisa melakukan tawa palsu," kata Davila-Ross. Selain itu, manusia bisa mengekspresikan tawa dalam berbagai situasi. Kera berbeda. Para ilmuwan menemui kalau kera tertawa pada saat bermain dan saling menggelitik.

Davila-Ross mengatakan kalau studi yang akan datang harus menyelidiki hubungan antara kemampuan sosial dengan penggunaan ekspresi emosi. "Ujungnya," kata Davila-Ross, "kita bisa mengetahui asal mula bahasa." (Sumber: Physorg)